* APA ITU THARIQAH ?? *
Thariqah/Thoriqot ( atau tarekat :
dalam ejaan bahasa Indonesia) adalah jalan menuju Allah SWT. Orang yang
menjalani thariqah disebut shaliq. Dan gurunya disebut Mursyid/pembimbing.
Thariqah merupakan buah dari syari'at,
oleh karena itu thariqah tidak bisa lepas dari syari'at. Semua thariqah yang
mut'thabarah ada gurunya masing-masing dan mempunyai sumber yang sama, yaitu
Baginda Nabi Muhammad SAW, melalui jalur beberapa sahabat, di antaranya
Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, Umar bin Khaththab RA, Ali bin Abi Thalib
RA, Anas RA, Salman Al-Farisi RA. Karena itu, tidak mungkin thariqah yang
mu'tabarah itu sesat atau lepas dari ajaran Islam.
Tapi untuk meringankan beban umatnya,
Rasulullah SAW mengajarkan bermacam-macam cara berdzikir kepada para sahabat
sesuai dengan kemampuan mereka. Misalkan, ada yang mampu berdzikir dalam
hitungan puluhan, maka disediakanlah pintunya. Sedangkan bagi yang mampu hingga
hitungan ribuan, juga disediakan pintunya. Tapi, semua dzikir itu berdasarkan
ayat : "Alladziyna aamanuu watathmai'n. Quluubuhum bidzikri Allah. Ala
bidzikri Allahi tathmai'n, alquluub", (Yaitu) orang-orang yang beriman dan
hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.
(QS. Ar Ra'du : 28)
Dan firman Allah SWT yang memerintahkan
kita untuk memperbanyak dzikir.
"Yaa Ayyuhalladziyna aamanuu adzkuruw
Allaha dzikran katsiiran" Hai orang-orang yang beriman, brdzikirlah (dengan
menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.
(QS. 33 : 41)
Sementara inti dari dzikir-dzikir tersebut
sama, yaitu supaya umat Islam tidak lalai kepada Allah SWT.
Sekarang Ini ada bermacam-macam thariqah,
dan semuanya mempunyai peraturan yang berasal dari Baginda Nabi Muhammad SAW
sendiri. Inti dari semua thariqah tersebut adalah dzikir Laa Ilaaha Illaallah
Muhammadur Rasulullah, dan dzikir sirrnya yaitu Allah, Allah, Allah atau Hu,
Hu, Hu (Dia, Dia, Dia), serta dzikir lain yang terkait dengan mentauhidkan
Allah SWT.
Dzikir dalam thariqah tersebut bukan
sekedar bacaan untuk mencari pahala, tetapi meraih buahnya, yaitu selalu
mengingat Allah SWT. Buah ini akan mewarnai kehidupan individu atau pribadi
yang menjalankan thariqah tersebut.
Jika diumpamakan, tapi perumpamaan ini
bukan berarti membandingkan kalimah Laa Ilaaha Illaallah dengan dunia,
melainlan untuk mempermudah memahami.
Seseorang yang mempunyai cincin yang
dihiasi batu permata yang tiada ternilai harganya, maka cincin itu akan dijaganya
baik-baik. Ketika hendak makan saja, cincin itu disimpannya di kantung khusus
agar tidak kotor atau terjatuh.
Itu baru batu. Lalu bagaimana dengan
kalimah Laa Ilaaha Illaallah Muhammadur Rasulullah, yang nilainya tidak bisa
ditakar seperti cincin bertatahkan batu permata tersebut?
Kalimat tahlil ini mesti mengiringi dan
mewarnai kita saat kita makan. Maksdunya, nasi yang kita makan sekadar sebagai
sarana mencari kenyang, sementara yang memberikan rasa kenyang hanyalah Allah
SWT.
Jadi,
kita akan selalu ingat bahwa tiada dzat yang wajib disembah kecuali Allah SWT.
Dan kita juga akan selalu ingat akan perintah dan larangan-Nya.
Kita
akan merasa didengar dan dilihat oleh Allah SWT. Dan bila sudah demikian,
mungkinkah kita akan banyak melakukan hal yang tidak disukai Allah SWT dan
Rasul-Nya?
Tentu
saja tidak. Ketika kita menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya pun kita
kembalikan kepada Allah SWT. Sehingga muncul lah keikhlasan dalam setiap
perilaku kita.
Nah,
inilah pengertian thariqah. Jadi bukan hanya untuk mencari pahala, atau
pendekatan diri kepada Allah SWT di waktu mengamalkan. Akan tetapi mampukah
kita membawa buah dari kalimah tahlil ini dalam kehidupan kita sehari-hari.
Keistimewaan kalimah tahlil dalam setiap
thariqah itu berbeda-beda. Seperti keistimewaan tumbuh-tumbuhan yang diciptakan
Allah SWT. Misalnya daun kumis kucing berkhasiat bagi orang yang kena penyakit
air seni. Ada juga daun delima atau keci beling, dan sebagainya. Tumbuhan itu
diberi kelebihan masing-masing oleh Allah SWT.
Begitu juga dengan kalimah tahlil dalam
setiap thariqah. Kalimah ini bak lautan yang tak bertepi. Walau keistimewaannya
dibagi-bagi kepada Thariqat Qadiriyyah, Naqsabandiyyah, Syazdaliyyah,
Maulawiyyah, An-Nahdiyyah, dan sebagainya, tak akan pernah habis. Justru kita
akan melihat keagungan ilmu Allah SWT yang ditunjukkan kepada kita.
Thariqah-thariqah yang dipegang oleh para
awliya', seperti Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, Syaikh Abu Hasan Asy-Syadzily,
Sayyid Ahmad Ar-Rifa'i, Sayyid Ahmad Al-Badawi, Syaikh Ibrahim Ad-Dasuqi dan
tokoh-tokoh ulama yang lain, yang semisal mereka yang disebutkan sebelumnya,
tidak mungkin akan menyesatkan dengan ajarannya. Sebab, di pundak mereka ini
terdapat amanah Rasulullah SAW. Bukankah ulama itu waratsatul anbiya?
Dan para ulama itu, yang takutnya hanya
kepada Allah SWT, tidak mungkin akan menyesatkan.
Jadi jelaslah bahwa thariqah yang
bersumber dari para awliya' tersebut tidak akan lepas dari Al-Qur'an dan sunnah
Nabi Muhammad SAW.
Tapi thariqah yang jelas
kemu'tabarahannya. Artinya silsilah guru-gurunya sampai kepada Baginda Nabi
Muhammad SAW.
(Sumber : Majalah AlKisah)
(Sumber : Majalah AlKisah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar